Selasa, 20 Juli 2010

Mohammad Naim: Menggagas Cibaliung Jadi Kabupaten

Secara pragmatis, kehidupan Mohammad Naim di Serang, pusat ibukota Banten, tampak mapan. Sehari-hari ia menjadi dosen FKIP di Untirta, selain berkiprah sebagai Direktur Lembaga Kajian Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Indonesia (LKP3I) Banten. Tetapi kenapa ia masih rela menguras energinya dengan gigih memperjuangkan Cibaliung menjadi kabupaten. Benarkah hanya karena panggilan jiwa sebagai putra daerah, atau ada sesuatu yang ia kejar?

Hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri. Ungkapan itu sering dijadikan benteng bagi orang-orang yang memiliki kecintaan besar terhadap tanah kelahirannya. Bisa jadi ungkapan itu pula yang menjadi alasan kuat bagi Naim untuk tidak melupakan kampung kelahirannya. Pria kelahiran Cibaliung, 6 Juni 1965 ini beberapa tahun terakhir benar-benar menguras energi dan memusatkan sebagian perhatiannya kepada perjuangan pembentukan Kabupaten Cibaliung.

Ditemui di kampus Untirta usai mengajar, Kamis (13/3) Naim mengisahkan kronologis dan perjalanan panjangnya menggagas Cibaliung, terpisah dari Kabupaten Pandeglang. Menurutnya, keinginan membentuk Kabupaten Cibaliung bukanlah gagasan miliknya sendiri, tetapi keinginan seluruh masyarakat Cibaliung. Keinginan dari lapisan paling bawah itu pun kemudian berhembus ke kalangan putra daerah Cibaliung yang berkarier di pusat ibukota Banten. Katakanlah kalangan anggota DPRD Banten, termasuk kalangan akademisi seperti Naim.

Suatu hari, Naim pun bertemu dengan salah seorang anggota DPRD Banten asal Cibaliung. Mereka kemudian membahas keinginan untuk membentuk Kabupaten Cibaliung tersebut. Bagi Naim keinginan tersebut tidak berhenti sebatas keinginan semata. Ia kemudian menindaklanjutinya dengan langkah nyata. Bersama tokoh masyarakat Cibaliung Naim kemudian membantuk Komite Pembentukan Kabupaten Cibaliung (KPKC). Di komite tersebut Naim duduk sebagai wakil ketua, mendampingi Ali Balpas sebagai ketua.

Seorang diri Naim pergi ke Bandung, menemui Prof. Sadu, guru besar STPDN Bandung untuk beriskusi bagaimana melakukan kajian terhadap potensi Cibaliung untuk menjadi sebuah kabupaten. Prof. Sadu sendiri sempat terperangah. Biasanya keinginan membentuk sebuah kabupaten berasal dari pemerintah daerah. Tetapi untuk Cibaliung, keinginan itu justru lahir dari grass root. Prof. Sadu yang tertarik pun akhirnya turun ke Cibaliung melakukan kajian. “Tahu nggak anggarannya dari mana? Hasil swadaya masyarakat Cibaliung. Ada yang menyumbang seratus ribu rupiah, satu juta rupiah, dua juta, tergantung kemampuan masing-masing,” tutur Naim.

Hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Prof. Sadu ternyata Cibaliung lulus bersyarat. Ini benar-benar kabar gembira dan semakin membuat masyarakat Cibaliung berapi-api mewujudkan gagasan dan keinginannya. Naim pun tidak main-main lagi. KPKC pun ditindaklanjuti di Banten, yakni membentuk Badan Koordinasi Percepatan Pembentukan Kabupaten Cibaliung (Bakor P2KC). Di sini Naim duduk sebagai Sekjen, mendampingi H. Ade Asnawi sebagai ketua. “Bakor P2KC dan KPKC hanya beda wilayah tugas. KPKC bertugas di internal kegiatan pembentukan, sedangkan Bakor P2KC tugasnya menindaklanjuti urusan ke tingkat pusat, seperti ke Kabupaten Pandeglang dtau ke Provinsi Banten,” tutur Naim.

Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam kalimat “lulus dengan catatan” tak lain persetujuan Bupati Pandeglang untuk membantu biaya pembentukan selama 3 tahun. Makanya dalam perjuangan pembentukan Kabupaten Cibaliung, saat Pilkada Pandeglang tahun 2007 lalu, masyarakat Cibaliung pun secara politis mendukung calon bupati yang mau membantu pembentukan Kabupaten Cibaliung selama 3 tahun. Dan kandidat itu tak lain Dimyati Natakusumah, Bupati Pandeglang sekarang.

“Masyarakat Cibaliung sudah membuat perjanjian dengan Bupati Dimyati. Bahkan Pak Dimyati menandatangani perjanjian itu. Tetapi setelah menjadi bupati, entah kenapa Bupati Dimyati selalu mengabaikan perjuangan kami. Surat persetujuan sudah dibuat oleh Bupati Dimyati, tapi kenapa sudah 3 bulan tidak pernah dikirim ke Provinsi Banten. Ada apa? Sesibuk-sibuknya seorang bupati, bukan alasan untuk tidak sempat mengirim surat itu dalam rentang waktu 3 bulan. Terus terang, kami merasa dikhianati dan akan terus menagih janji Bupati Dimyati,” kata Naim.

Disinggung soal motif di balik perjuangannya membentuk Kabupaten Cibaliung, Naim menegaskan keinginannya benar-benar karena panggilan jiwanya sebagai putra daerah asal Cibaliung semata. Tak ada istilah ada udang di balik batu, apalagi mengincar ingin menjadi bupati atau pejabat di sana. “Sebagai putra daerah, ada kebanggaan dan kepuasan moral bila berhasil membuat tanah kelahirannya maju dan berkembang, bukan? Begitu juga saya. Saya ingin tanah kelahiran saya maju dan berkembang, tidak begitu-begitu terus,” kata Naim.

Meski tidak mengincar sesuatu di balik perjuangannya, namun Naim juga tetap waspada, jangan sampai orang luar yang tidak berjuang apa-apa tahu-tahu masuk dan menikmati hasil perjuangannya. “Jangan sampai orang teu mais teu meuleum ngadahar paisanna. Jangan sampai orang yang tidak mepes, tidak membakar, kok menikmati pepesannya. Setidaknya yang menjadi pejabat di sana ya orang Cibaliung juga,” tutur Naim yang masih suka pulang ke rumah orangtuanya di Kampung Ciapus Desa Cikadongdong Kecamatan Cikeusik, Cibaliung.

Cibaliung Pemasok PAD 30 Persen
Sebagai kota kecamatan yang terletak di ujung selatan Kabupaten Pandeglang, Cibaliung memang menyimpan potensi yang cukup besar. Selain memiliki potensi pertambangan emas, Cibaliung juga ditopang oleh sektor kehutanan, pertanian, perkebunan dan pariwisata.

Dari berbagai potensi yang dimilikinya selama ini, Cibaliung mendongkrak dan memasok pendapatan asli daerah (PAD) sekitar 30 sampai 35 persen untuk Kabupaten Pandeglang. Itulah sebabnya, masyarakat Cibaliung merasa layak mandiri dan terpisah dari kabupaten induknya.

Di sektor pariwisata, Cibaliung memiliki objek wisata pantai yang panjang, mulai dari Sumur sampai Ujungkulon. Dari sektor kehutanan, perkebunan dan pertanian, Cibaliung merupakan penghasil kayu, padi, dan buah-buahan. Potensi ini belum didukung potensi sejumlah kecamatan yang ada di sekitarnya jika sudah terbentuk menjadi kabupaten. Antara lain Kecamatan Sobang, Panimbang, Perdana, dan Cikeusik.

“Potensi ini tidak akan membuat Kabupaten Pandeglang terlalu kehilangan sumber PAD, sebab sumber PAD yang lebih besar diperoleh dari Caringin dengan sektor wisatanya. Makanya, Bupati Pandeglang sudah merestui dan menyetujui pembentukan Kabupaten Cibaliung,” kata Naim.

Dari segi percepatan pembangunan, keberadaan Kabupaten Cibaliung diharapkan bisa memangkas alur birokrasi bagi masyarakat pedalaman yang terlampau jauh bila harus melakukan koordinasi ke Pandeglang.

Alasan paling mendasar bagi masyarakat Cibaliung untuk mandiri sebenarnya karena pemerataan pembangunan yang dirasakan tidak menjangkau wilayah mereka. Selama berpuluh-puluh tahun, program pembangunan yang dilakukan Kabupaten Pandeglang tidak menyentuh wilayah Cibaliung dan sekitarnya. Padahal, Cibaliung sudah memasok PAD sedikitnya 30 persen untuk Kabupaten Pandeglang.

Biodata:
Nama: Mohammad Naim
Tempat Tgl Lahir: Cibaliung, 6 Juni 1965
Istri: Ida Sa’adiah
Anak: 3 orang

Pengalaman kerja:
Dosen FKIP Untirta Banten
Bank Susila Bhakti (BSB) Cilegon
Kreo Perkasa Aryanusa Bank
ACC Bank
Dosen FKIP Untirta Banten
Direktur LKP3I Banten


Sumber :
http://www.koranbanten.com/2008/03/18/mohammad-naim-menggagas-cibaliung-jadi-kabupaten/
18 Maret 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar